27/08/09

9 Energi Positif Mengatasi Kekecewaan Di Jalan Da’wah

By. Muhammad Triono

Bismillahirrahmaanirrahiim

Muqoddimah

Beberapa kisah di bawah ini bukanlah fiktif, namun benar-benar terjadi di dalam perjalanan da’wah yang mendaki lagi sukar, sebagai sebuah sunnatullah untuk memisahkan orang-orang munafiq dari barisan orang-orang yang beriman, sebagai seleksi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membedakan antara loyang dan emas. Janganlah berpecah belah, kita semua bersaudara. Janganlah merasa lebih, sesama kita. Mengapa kau patahkan pedangmu sehingga musuh mampu membobol bentengmu.

Seorang ustadz berkisah tentang dua orang akhwat yang sangat tangguh dan berkualitas di jalan da’wah. Mereka ada dalam ‘satu kandang’ da’wah. Namun sangat disayangkan, hal itu justru menimbulkan persaingan da’wah yang tidak sehat di antara mereka. Futur melanda, situasi “panas” dan akhirnya seorang dari mereka melepas jilbabnya dan yang lainnya, hengkang dari jalan da’wah. Kekecewaan sangat mendalam, hingga berguguranlah mereka dari jalan yang mulia ini.

“Ana tidak mau ikut-ikut (da’wah –red) lagi, habis adik-adiknya susah diatur!”, ucap seorang kader senior yang mendapat amanah sebagai mas’ul sebuah bidang lembaga da’wah. Ia memutuskan untuk tidak mau terlibat lagi dalam pergerakan da’wah. Ia mengaku kesal, kecewa dan jera dengan sikap adik-adik kampus yang “bandel” alias tidak taat pada perintahnya dan sering protes kepadanya. Kini ia berjalan sendiri di tengah dunia hedonisme, keluar dari lingkaran da’wah. Ia merasa “menang” dengan tindakannya itu karena ia beranggapan bahwa dengan demikian, lembaga da’wah telah kehilangan satu kadernya.

Di sebuah pengajian rutin, dua orang ikhwan dalam kondisi perang dingin. Bila yang satu datang, yang lain pasti tak mau datang hingga muncul motto, “Tidak boleh ada dua singa dalam satu kandang.”

Sebab-Sebab Kekecewaan
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi adalah:

Pertama, kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Tapi realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru sebaliknya.

Kedua, kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi itu adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar, ingin pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari yang ia anggap “lebih rendah” dan merasa diri paling berjasa dengan motto, “Kalau bukan karena ane, ngga bakal jalan da’wah ini.”

Ketiga, kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah (pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan padanya dan manajemen lembaga da’wah.

Feed Back Positif dan Negatif
Tak ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu fitrah manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri setiap orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah kekecewaan itu dengan energi positif yang konstruktif, namun ada juga orang-orang yang tidak mampu mengatasinya karena lebih didominasi energi negatif yang desdruktif.

Kekecewaan tak lagi syar’i bila didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar kebenaran (al haq). Tak lagi rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian dan kebencian yang menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan teman-teman di sekelilingnya, menjadi duri dalam daging. Maka motto yang sebaiknya ada dalam diri kita adalah, “Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”

9 Energi Positif
Ada sembilan energi postif yang dapat menjadi bahan bakar di dalam jiwa untuk mengatasi kekecewaan yang melanda, yaitu:

1. Tentara terdepanmu adalah keikhlasan

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan……..” (QS. An Nisaa: 125)

Meminjam istilah dari sebuah artikel yang pernah penulis baca, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan. Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang. Bila berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas, jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kisah yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang yang notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun Umar melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang mengelu-elukan kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga Umar khawatir hal itu akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri), yang dapat berakibat hilangnya pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan subhanallah…., Khalid tidak marah ataupun kecewa karena jabatannya diturunkan, bahkan ia tetap turut berperang di bawah komando pimpinan yang baru. Ketika ditanya tentang hal itu, Khalid menjawab dengan tenang, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena Umar. “

2. Harus Tahan Beramal Jama’i
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai……” (QS. Ali Imran: 103).

Beramal jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia, berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.“

Kekuatan utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”

Orang-orang yang memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah, sesungguhnya tidak akan membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i !

3. Bermanfaat bagi orang lain
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).

Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya.
“Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”

4. Penuhi hak sesama muslim
- Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3). Kekurangan dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi-sebagai adab nasehat-adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.

- Lemah lembut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu ciri jundullah (tentara Allah), yaitu ”…….yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min………” (QS. Al Maidah: 54)
- Jangan dengki. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan segala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud dari Abi Hurairah)

- Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain………” (QS. Al Hujuurat: 12).

- Berendah Hatilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An Naml: 215)

- Jangan Berbantahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…..dan Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang kekuatanmu…….”(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita, padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.

5. Musuh terbesar kita adalah syetan
Musuh kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan merusak ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al A’raf: 17). Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk menyesatkan hamba-hamba-Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi landasan kita untuk selalu menatap saudara kita dengan penuh kasih sayang karena boleh jadi saat saudara kita menyakiti kita, adalah lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang terus menerus membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa jadi syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.

6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Al Anfâl: 1)
Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan peperangan, pun dalam suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita dalam membuat strategi da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari Allah. Jika tidak, maka apa bedanya kita dengan Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku…..” (QS. Al Qashash:78). Dan kita lihat bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa Ta’ala ke perut bumi.

7. Mujahid itu teman kita sendiri
Mujahid dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat kita. Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa berlapang dada.

8. Ingat Kematian
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat kematian.”

9. Doakan di shalat malam kita
Doa adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata, “untuk kamu juga…”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Tidak seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama Muslim yang berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula. Mudah-mudahan engkau beroleh kebaikkan pula." (HR. Muslim)

Penutup
Menyatakan diri sebagai orang beriman, sebagai seorang du’at (pengemban da’wah), sebagai seorang aktivis da’wah, sesungguhnya mengandung konsekuensi yang tidak ringan.
Yaitu kita senantiasa akan mendapat ujian keimanan dari sang pemilik 99 Al Asmaul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara Kamu………. “ (QS. 9:16). Dan di surat lainnya, “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta macam-macam cobaan." (QS. Al-Baqarah:214)

Tersenyumlah dalam duka dan tenanglah dalam suka. Insya Allah dengan mengingat sembilan energi positif, akan membuat kita bersabar, dan enggan berpisah dari jalan da’wah ini. “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
(QS. Ali Imran: 139).

Kekokohan dan ketangguhan barisan da’wah sebagaimana yang diinginkan Allah swt ditopang antara lain oleh sikap tsiqah (percaya) yang timbal balik di antara para prajurit/jundi da’wah dan antara prajurit dengan qiyadah da’wah. Di sinilah pentingnya setiap komponen da’wah melakukan pemupukkan tsiqah ini. Apa sajakah faktor pembangunan tsiqah itu? Faktor itu adalah; Mengokohkan ikatan hati, Tawadhu, Menghidupkan ruh syuro, Muhasabah. Hasan Al-Bana ditanya, “jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang menyebabkan anda tidak lagi memimpin kami, siapa yang anda nasehatkan untuk kami angkat sebagai pemimpin kami?” Ia menjawab,”Wahai Ikhwan, angkatlah oleh kalian orang terlemah (sekalipun) di antara kalian. Kemudian dengarkan dan taatilah. Maka niscaya ia, dengan dukungan kalian itu, menjadi orang paling kuat di antara kalian”.

Jika saling percaya (tsiqah mutabadilah) tumbuh dalam sebuah organisasi atau jama’ah, sehingga ia menjadi kokoh dan kuat, maka segala macam ujian dan tantangan yang dihadapi adalah “ringan”. Akan tetapi bila saling tsiqah ini sirna dalam sebuah organisasi da’wah, jangankan menghadapi tantangan dari luar, permasalah internal saja belum tentu dapat di atasi.

Demi Allah, ikhwah fillah sekalian. Kalau da’wah ini masih antum pandang adanya pengkotak-kotakkan antara BAPINDA, KAMMI, dan UPT. Maka sampai kapanpun da’wah kita akan jalan ditempat terus. BAPINDA, KAMMI, dan UPT hanya sebuah wasilah kita dalam mensyi’arkan da’wah ini, orientasi kita kemenangan jangka panjang, da’wah ini adalah da’wah untuk Allah bukan untuk BAPINDA, KAMMI, ataupun UPT. Dari itu, mulailah detik ini juga azamkan dalam diri antum semuanya bahwa da’wah kita sama, kemenangan kita sama, tidak perlu sesama aktivis da’wah rebutan kader baru dalam ‘kandang’ sendiri sebab itu adalah cerminan pola-pola da’wah yang salah, dan hanya akan membawa kemadharatan bagi da’wah ini dan bagi kelangsungan syi’ar da’wah di kampus ini. Sudah saatnya kita buang sifat egoisme dan kefanatikkan ke-organisasian, tiba waktunya antum harus jadi kader yang baik, buka menjadi ‘kader-kader yang bandel’. Bisakah antum tidak ‘bandel’ lagi? Semoga!.... Wallahu A’lam.

22/08/09

MARHABAN YA RAMADHAN....


Marhaban barasal dari kata “rahb” yang berarti luas atau lapang. Marhaban menggambarkan suasana penerimaan tetamu yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh kegembiraan. Marhaban ya Ramadhan (selamat datang Ramadhan), mengandungi arti bahwa kita menyambut Ramadhan dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan keluhan.


Rasulullah sendiri senantiasa menyambut gembira setiap datangnya Ramadhan. Dan berita gembira itu disampaikan pula kepada para sahabatnya seraya bersabda: "Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah telah memfardlukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadhan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari kebajikan" (HR. Ahmad)


Marhaban Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah swt. Perjalanan menuju Allah swt itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan yang banyak ujian dan tentangan. Ada gunung yang harus didaki, itulah nafsu. Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perompak yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan.


Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat yang indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya. Untuk sampai pada tujuan tentu diperlukankan bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur didalam jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama.


Ikhwati wa akhwati fillaah, Salah satu sifat Allah SWT adalah Ia memiliki irodah (kehendak), sebagaimana firmanNya: "Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)." (QS. Al Qoshosh [28]:68). Allah memilih sesuatu yang dikehendakiNya. Allah memilih tempat yang dikehendakiNya. Allah memilih manusia yang dikehendakiNya, pilihanNya sendiri ada yang menjadi Rasul, pemimpin negara, cendekia, dsb. Allah memilih gua Hiro' yang dikehendakiNya sebagai tempat pertemuan Rasul dan Malaikat Jibril. Allah memilih Mekkah yang dikehendakiNya sebagai kiblat kaum Muslimin dan memilih pula kota Madinah sebagai basis pertahanan Rasulullah dalam menyebarkan risalah Ilahi.


Begitu pula halnya dengan bulan-bulan dalam setahun, Allah telah memilih Ramadhan sebagai bulan yang istimewa, yang namanya disebutkan dalam Al Qur-an. Firman Allah: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al Baqoroh [2]:185). Jika Allah berkehendak, tentu ada suatu maksud tertentu dibalik kehendakNya itu. Allah mengutus Rasulullah dengan satu maksud, untuk menyampaikan risalah-Nya.


Begitu halnya dengan bulan Ramadhan, sebab Allah tidak akan mengatakan Ramadhan sebagai bulan istimewa jika tidak ada sesuatu dibalik itu. Baginda Rasulullah SAW, ketika berada di penghujung bulan Sya'ban, selalu mengatakan kepada sahabatnya: "Telah datang padamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka sambutlah kedatangannya. Telah datang bulan shiyam membawa segala keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu." (HR. Ath Thabrani) Dalam sabdanya yang lain: "Sesungguhnya telah datang padamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah memerintahkan berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu, dibukakan segala pintu Surga, dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu syetan-syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang tidak diberikan kebajikan malam itu, berarti telah diharamkan baginya segala rupa kebajikan." (HR. An Nasai dan Al Baihaqi)..Marhaban ya Ramadhan.

19/08/09

18/08/09

KELUARGA BESAR UKM BAPINDA IAIN RADEN INTAN MENGUCAPKAN

"Marhaban ya Ramadhan 1430 H"

Mohon Maaf Lahir Dan Bathin.....

Mari sambut ramadhan dengan rasa gembira dan agenda-agenda dakwah serta amal saleh..

STAND UKM BAPINDA MERIAHKAN KULTA IAIN




16/08/09

IAIN RADEN INTAN GELAR KULTA


Bandarlampung--Sebanyak 1.475 mahasiswa baru IAIN Raden Intan Lampung mengikuti kuliah taaruf/perkenalan (kulta) di GSG kampus setempat, Kamis (13-8).

Menurut Rektor IAIN Raden Intan, Prof. Dr. H. Musa Sueb, M.A., kuliah taaruf atau biasa disebut kuliah perkenalan bertujuan mengenalkan sistem pembelajaran di IAIN kepada mahasiswa baru dan lingkungan kampus setempat.

"Kuliah taaruf merupakan program rutin mahasiswa baru yang akan menjalankan kuliah. Jadi, sekaligus adaptasi dari siswa ke mahasiswa," kata Musa Sueb, Kamis (13-8).

Dia mengharapkan kuliah awal ini yang dijadwalkan dari tanggal 13-17 Agustus 2009 dapat menjadikan mahasiswa terbiasa mengikuti program perkuliahan di IAIN.

Sementara, IAIN Raden Intan juga membuka pendaftaran mahasiswa baru gelombang kedua, awal hingga akhir Agustus, yang akan diterima di beberapa fakultas unggulan seperti Dakwah, Ushuluddin, Tarbiyah, dan Syariah.

IDEALITAS YANG TERJUAL MURAH


Oleh: Robert Edy Sudarwan

Pjs. Ketua KAMMI Komisariat IAIN Raden Intan Lampung

Perjuangan politik adalah perjuangan idealitas. Perjuangan visi misi yang berbasis pada ideologi. Namun ketika dibenturkan dengan kepentingan yang menggiurkan, idealitas pun dijual dengan harga murah dan keuntungan menjadi orientasi yang sangat memalukan.

Tirani kekuasaan yang hari ini terus bergejolak cukup menutupkan mata yang semestinya tidak terpejam. Dengan dalih demokrasi semua cara pun digunakan. Berbagai pelanggaran kampanye yang semestinya tidak terjadi, menjadi sebuah bumbu penyedap rasa. Alih-alih ini adalah kesalahan administrasi, kesalahan mekanisme, kesalahan prosedur, dan kesalahan sensus kependudukan.

Mungkinkah ketika itu tidak disengaja dapat memberikan cerminan positif pada birokrasi yang sudah telanjur rentan dengan kemunafikan. Fakta membuktikan di Pulau Papua jumlah semua DPT sama persis dengan jumlah penduduk yang ada. Lalu apakah anak-anak di bawah umur pun ikut memilih? Ini adalah bagian kecil potret buram demokratisasi di negeri ini. Masih banyak lagi gugatan-gugatan dan temuan-temuan pelanggaran pemilu.

Perjalanan negeri yang sudah relatif tua hendaknya semakin hari semakin menuju ambang kesejahteraan. Tidak lagi berkutat pada permasalahan diri. Dan tidak semestinya hanya berkutat pada permasalahan moral dan perbaikannya. Karena sebenarnya itu adalah fondasi yang harus menjadi landasan pertama.

Momentum membangun negeri ini hendaknya diimbangi pula dengan momentum membangun moral peradaban. Disadari atau tidak, rusaknya bangsa ini adalah imbas dari rusaknya moral. Ketika moral kita baik maka orientasi dalam memegang tampuk kekuasaan adalah panggilan untuk membangun konstuksi bangsa ini. Bukan justru merongrong kekuasaan dengan dalih mengabdi kepada bangsa dan negara.

Efek yang akhirnya dirasakan merupakan buah dari perbuatan kita. Perbuatan kita dalam memilih dan memercayakan suara kita kepada calon pemimpin. Kepercayaan pada wakil kita yang akhirnya duduk di parlemen. Karena ini adalah bentuk kontribusi kita dalam membangun negeri ini. Namun ahirnya itu semua sirna dengan ketidakkonsistennya pengemban amanat yang yang hari ini kita percayakan.

Belum lagi mekanisme tebar janji yang harus dipenuhi oleh para calon yang sudah mengumbarnya. Ketika melihat mana yang terindikasi akan menang itulah yang akan dirapatkan. Serta mekanisme pembagian roti yang hari ini menjadi pertanyaan besar berapa proporsinya.

Sangat ironis dan disayangkan ketika melihat orang-orang yang ada di sana saat dalam konteks persaingan dapat bersaing dengan baik. Namun ketika sudah jelas kalah, akhirnya merapat dan mendekat untuk mendapatkan bagian bagian. Lalu di mana suara yang lalu ketika di awal bersama-sama membangun koalisi segitiga emas yang cukup membuat gempar. Antara Partai Golkar, PDI-P dan PPP untuk sama-sama membangun sebuah komitmen yang sudah dibuat bersama. Dalam perbaikan bangsa yang kita cita-citakan.

Sebuah pekerjaan rumah yang panjang dan mesti digarap dengan penuh keuletan ketika kita semua harus berani untuk berkomitmen dalam menaruhkan sikap kita. Ketika sikap kita sudah menyatakan diri untuk bersilangan dengan niatan menjadi penyeimbang dan menjadi penyelaras yang baik. Mengapa itu tidak dilaksanakan dengan penuh konsisten dan tanggung jawab menjadi oposisi yang baik.

Karena sebenarnya kemenangan itu tidak dilihat dari sejauh mana kita bergabung dengan birokrasi dengan kerja-kerja yang nyata di pemerintahan. Hal ini sangat rentan dengan perpecahan ketika itu semua terus menjadi mainstream pemikiran. Akan tidak baik ketika parlemen itu hanya satu warna. Hal itu sangat mengkhawartirkan karena akan terasa hanya akan ada satu kebijakan. Tanpa ada kontrol sosial yang menjadi penyeimbang itu semua.

Ternyata kesadaran untuk menjadi penyelaras pada bangsa ini sangat minim adanya. Orang-orang elite yang mestinya menejadi panutan untuk mengambil sebuah kebijakan politik pun terindikasi melacurkan diri ke ranah sistem. Yang akhirnya nanti tergerus pada pusaran roda politik yang disetir pada satu sudut. Dan akan sangat mengkhawatirkan ketika laten kediktatoran muncul kembali di era ini.

Kesanggupan menerima segalanya merupakan jiwa yang harus di tumbuhkan oleh para pejuang politik. Karena tanpa idealitas politik itu menjadi dunia kecambah. Sedikit-sedikit berubah dan menghilangkan fungsinya sebagai organ yang semestinya konsisten dengan tujuannya. Lalu apa yang akan diperjuangkan oleh partai politik, ketika sudah tidak mampu memakanai ideologi dan tujuan menjadi partai politik.

Sejatinya ini adalah permasalahan bangsa kita. Disadari atau tidak kita hidup pada bagian negeri ini. Dan tidak dapat dipungkiri ternyata kita ada di dalamnya. Lalu hal apa yang semestinya dapat kita lakukan dalam diri kita. Selain hanya wacana-wacana perbaikan karena kaum muda pun sangat memprihatinkan kualitasnya yang sudah cenderung hedonis.

Pemaknaan terhadap idealitas ternyata menjadi buram. Lebih lagi terhadap konsistensi kita kepada ketekadan dalam memenangkan tirani kekuasaan. Pemasungan terhadap perjuangan ideologi pun menjadi sebuah harga baku dalam memenangkan proses pemilu.

Lalu apakah kita hanya akan hidup dengan idealitas? Tentu saja tidak, kita membutuhkan sisi yang lain. Dan sisi-sisi itu didapat dari proses ideologisasi. Apa lagi yang menjadi harga pada diri kita ketika idealitas terjual dengan murah. Lalu hal apa yang akan diperjuangkan ketika kita terbelenggu oleh kejamnya kepentingan yang menjadi Tuhan.

Ini tidak mudah, dan hal ini mesti kita menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Karena tanpa ada penggiat idealitas dan pengawalnya. Akan sangat dikhawatirkan bisa saja negeri ini tergadaikan dengan kepentingan-kepentingan sesaat. Dan tentu untuk mendapatkan idealitas yang baik juga dibutuhkan kesiapan kita untuk menjadi orang yang kuat. Kuat dalam menahan dan menerima godaan di perjalanan politiknya.

Dengan demikian tidak mudah ketika kita berbincang tentang ideologi kita juga tergerus dalam permainan sistem pergadaian ideologi. Syarat yang dapat membuat kita kuat dalam memperjuangkan ideologi adalah kedewasaan moral yang matang. Karena idealitas sama artinya dengan perjuangan moral. Perjuangan dalam memenangkan suatu visi, misi, dan ideologi. Perjuangan untuk membangun sistem dengan cita dan harapan dari diri kita. Lalu hal apa yang akan diperjuangkan ketika kita tidak bisa konsisten dengan visi kita.

Dalam perjalanannya akan banyak kita temukan ketika para politisi kehilangan orientasi. Ketika kepentingan menjadi dalih kebijakan. Maka akan kita dapati perjuangan yang hambar dan gersang tanpa makna. Bahkan yang terasa adalah pembodohan publik. Karena yang dicari hanyalah kedudukan dan uang.

Lalu apa jadinya negeri ini ketika dipimpin oleh orang yang menjual murah keteguhan. Lalu apa yang akan mereka semua perjuangkan. Akankah ini semua berlarut, ketika mulai tampak hidangan di depan mata, alih-alih kestabilan berbondong-bondong masuk ikut mengambil jatah. Hendaknya kita sadar bahwa kita sudah mengambil keputusan. Toh, menjadi oposisi yang bukan asal beda, membenarkan ketika benar dan mengoreksi serta memberi solusi ketika salah. Itu lebih mulia dibanding ikut tergerus dalam sistem di dalamnya. Ini membutuhkan kedewasaan moralitas yang mesti diperjuangkan.

Dimuat di SKHU Lampung Post, 15 Juli 2009

15/08/09

PESAN TERAKHIR IMAM HASAN AL BANNA


Bismillahirrahmaanirrahiim

Wahai MUJAHID DAKWAH!

Puluhan tahun lamanya, pendengaran, pergaulan, ketekunan, kegiatan berjuang, karena jerih payah dan banting tulang yang tiada hentinya, engkau telah kaya dengan pengalaman. Engkau sekarang telah jadi. Engkau telah memiliki pengertian dan ukuran, engkau telah turut menentukan jarum sejarah seperti orang lama. Engkau telah sampai pula ke batas sejarah, kini dan nanti.

Engkau telah memenuhi hidupmu dengan tekun dan sungguh, ikut memikul yang berat menjinjing yang ringan, membawa batubata untuk membangun gedung Ummat ini. Engkau tebus semua itu dengan cucuran keringat dan airmata, kesengsaraan dan penderitaan. Kawan hidupmu yang menyertaimu dalam segala suka dan duka, telah tak ada lagi. Ia tak sempat menghantarmu sampai ke batas perhentian. Tengah jalan dia pulang, dan engkau ditinggalkannya di daerah kesepian. Di atas kuburnya telah tumbuh rumput, daunnya subur menghijau. Bunga suci aku lihat tumbuh pula di atas pusara sepi itu. Tangan siapa gerangan yang menanamnya, aku tak tahu. Biarkan dia tumbuh menjadi. Akan tiba juga masanya bunga suci itu mekar-mengumtum. Eva dan Sofia akan memetik dia kelak, akan mempersunting dia penghias sanggulnya. Sudikah engkau menulis nisan-kenangan di atas kuburnya, sebagai tanda pembalas jasa, karena dialah sahabat penolong engkau di medan bakti?


Wahai MUBALIGH ISLAM!

Tanganmu telah ikut menulis sejarah. Sejarah perjuangan Umat, sejarah menegakkan Cita dan Agama, Benang yang engkau sumbangkan telah memperindah sulaman tarik dari Umat ini. Engkau kini telah menemui bentukmu, sesuai dengan bakat dan kodratmu. Engkau tidak lagi anak kemarin, tetapi anak kini dan akan pulang lagi meninggalkan tempat ini. Sebagai seroang Juru bicara Umat Islam, engkau telah mempunyai ukuran dan alat penilai; sampai di mana kita dan hendak ke mana lagi. Pengalaman yang engkau peroleh dan perjalanan yang jauh, akan berguna dan bermakna dalam mencari kemungkinan bagi berlangsungnya perjuangan Cita ke depan. Keyakinan yang engkau miliki, jalan panjang yang engkau tempuh selarut selama ini, getir yang engkau derita, segala itu dapat engkau pakai untuk merumuskan bagaimana lagi perjuangan Umat Islam ke depan setelah ini. Paparkanlah semua itu kepada generasi muda yang akan mengganti engkau!


Ambillah kesimpulan dan kekeliruan dan kegagalan masa lampau. Belajar dari masa lalu, terutama belajar dari kekeliruan dan kegagalan yang engkau alami sendiri, dan teman seiringmu juga. Bukankah kerap engkau benar dalam pendirian tapi salah dalam perhitungan? Benar dalam prinsip tapi keliru dalam cara? Kejujuran dalam perjuangan memesankan, agar kita mengakui terus terang kekeliruan dan kelemahan diri. Yang demikian itu penting untuk menyusun paduan masa datang, mengendalikan kehidupan Cita dan Agama. Dalam kekeliruan, kita dapat mengambil makna dan guna. Kita keliru kerana kita telah berbuat. Ruh-intiqadi yang engkau miliki, janganlah pula engkau pakai untuk melenyapkan segala harga dan nilai, dan angkatan lama yang telah berbuat itu. Mereka adalah anak dan zamannya, dan telah memenuhi tugasnya pula. Cahaya dan pelita lilin yang lemah serta lembut itu perlu juga dihargai, kerana ia teiah berjasa memecahkan sudut-sudut yang gelap.


Wahai si JURU DAKWAH!

Kini engkau telah sampai ke tonggak sejarah. Di atas pendakian sunyi tidak kesibukan, terletak pesanggarahan lama, petilasan orang lalu setiap waktu. Dan tempat itu hidup kenangan lama. Masa lalu penuh keharuan dan kenangan. Duri dan derita, dera dan kepapaan, keringat dan airmata. Tapi ia indah dalam kenangan dan lukisan kalbu. Engkau pandanglah masa depan dengan Basyirah, dengan horizon yang tajam. Memanjang jauh ke muka, sampai ke kaki langit. Tahukah engkau, bahawa engkau hanyalah sebuah mata dan rantai sejarah yang panjang itu? Telah lalu beberapa kafilah dan kehidupan yang sayup, dan mereka telah berbuat sesuai dengan zamannya. Sungai airmata dan titisan darah sepanjang jalan yang membentang dan pangkal hingga ke ujung yang tidak kelihatan, adalah kalimat yang memberitakan, bahawa angkatan silam telah mengembangkan sayap kegiatan mereka dengan segala kesungguhan dan kepenuhan.

Romantik dan heroik zaman silam masih menggemakan genta suara di tengah sahara kekinian, meninggalkan pesan kehidupan yang penuh dan menyeluruh kepada angkatan kemudian. Daftar para Syuhada’ itu telah panjang, dan dalam perut bumi telah memutih tulang sebagai saksi kepada yang hidup, bahwa mereka telah datang dan telah pulang tidak sia-sia. Dan celah-celah kuburnya kedengaran juga suara halus memuat amanah perjuangan kepada generasi kita yang masih hidup. Dan lihatlah pula kafilah hidup yang sudah mendesak juga ke batas perhentian. Masa kini rupanya “lah laruik sandjo” bagi mereka, dan waktu pamitan tak lama lagi.


Wahai si TUKANG SERU!

Entah berapa lagi jatah umar engkau yang masih tinggal, kita tak tahu. Tahukah engkau, pekerjaan besar ini tidak akan selesai di tangan engkau? Sejarah berjalan terus, lampau dan datang, kini dan nanti. Tahukah engkau, bahwa dibelakang kalimat sejarah itu belum ada titik? Masa yang akan datang penuh rahasia, tersimpan dalam kandungan ghaib, misteri gelap bagi kita. Masa silam dapat engkau baca dalam halaman sejarah; masa yang akan datang masih gelap tak ada yang tahu? Tahukah engkau, kumandang zaman datang dapat juga kita ketahui dan puncak zaman sekarang? Dalam kekinian mengandung juga roman zaman yang akan tiba.

Engkau kini berada di antara dua ufuk yang bertentangan, dua kutub yang tidak serupa. Engkau kini berada antara idealisme dan realisme dunia. Idealisme yang engkau miliki dan realisme dunia yang engkau hadapi. Antara kedua kutub itu engkau tetap dalam lensa sorotan. Lensa sorotan sejarah yang berjalan terus dan senantiasa. Sanggupkah engkau berlalu di tengah-tengah dua kutub yang bertentangan ini? Masih kuatkah kaki engkau berjalan di antara dua dunia yang saling bertentangan itu?


Wahai MUSAFIR yang sedang lalu!

Jalan ini masih panjang, rantau masih jauh! Dengan Al-Quran ditangan kanan dan kain kafan di tangan kiri, teruskanlah perjalanan ini. Berjalan dan melihat ke muka, menggunakan sisa umur yang masih ada. Entah bila akan sampai ke tempat perhentian, engkau tak tahu, — aku pun tidak. Di tengah laut lepas dan luas, pencalang ramping itu telah jauh ke tengah. Awan menyerang kiri dan kanan, gelombang mengganas dan badai menghempas. Pencalang ramping itu naik turun mengikut amukan air. Juru mudi mendapat ujian. Bergerak melawan arus, pesan seorang pemimpin, dijadikan pedoman dalam hati. Kemudi dan pimpinan bertanggungjawab atas keselamatan pelayaran ini. Kini kita telah jauh berada ditengah. Pelabuhan tempat bertolak tiada kelihatan lagi, sedang ranah-tanah tapi belum juga tampak.


Wahai MUJAHID ISLAM!

Akhirnya pelayaran ini sampai juga ke pantai, berkat jurumudi yang piawai memegang pimpinan. Engkau dan Umat ini kini harus berjalan kaki, menggunakan tenaga diri sendiri. Tak ada orang penolong selain Dia semata, yang melindungi kita dan awal mula sampai hari ini. Jalan masih panjang, rantau Cita masih jauh. Ufuk-ufuk baru kelihatan juga, tambah dijelang tambah jauh rasanya. Kafilah itu lalu dan berjalan terus, menempuh laut sahara tiada bertepi. Sunnah perjalanan alam membawa kata pasti: setelah malam kelam ngeri ini fajar pagi yang indah akan menyingsing. Di atas asap yang tebal, terbentang langit cerah yang biru. Gelap dan gelita alam, lapisan kabus tebal dan berat. Di halaman langit tak ada bintang. Berfikirlah sejenak dan melihatlah ke atas ada sebutir terang mengirim sinar ke bumi. Sebuah bintang itu jadilah, kerana ada pedoman bagi kafilah di tengah sahara luas. Pelaut yang arif selalu mendapat alamat dan sebutir terang di halaman langit.


Wahai UMAT RISALAH!

Dengarlah suara Bilal bergema dari ufuk ke ufuk! Dengarlah seruan adzan bersahut-sahutan dari Menara ke Menara! Renungkanlah suara Takbir berkumandang di mana mana, memanggil Umat ini dengan kalimat sakti: Hayya ‘alah Syalah! Hayya ‘ala! Falah! Marilah Shalat, marilah Menang! Engkau pandanglah Umat Jama’ah itu berdiri bersyaf-syaf di belakang seorang Imam, Ruku’ dan Sujud bersama-sama. “Suatu pandangan dari udara atas dunia Islam pada saat shalat, akan memberikan pemandangan dan sejumlah lingkaran konsentrasi yang terdiri dan kaum Muslimin, dengan jari-jarinya yang bertitik-pusat di Ka’bah di Mekah, dan yang terus mengambil tempat yang lebih luas, dan Sierra Leone sampai ke Kanton dan Toboisk sampai Tanjung Pengharapan”, — demikian Philip K. Hitti melukiskan kaum Muslimin dikala menyembah Tuhannya.


Engkau lihatlah mereka di dalam Masjid yang sudah tua tidak terurus, surau yang hampir roboh kerana tekanan masa, dengan sepi di tengah sawah; dengan pakaian yang compang-camping dan tenaga lemah, masih berdiri menegakkan Shalat. Kaum Muslimin itu masih tetap melakukan ‘ibadah kepada Tuhannya, memanjatkan doa ke hadirat Ilahi semoga segera datang tangkisan ghaib dan udara menolong kaum yang lemah ini. Wahai Tuhanku, kalaulah adalah di antara Umat ini yang berhak menerima Ridha dan Ma’unahMu, — kalau adalah di antara Umat ini yang berhak menerima bantuanMu, mereka itulah dia! Merekalah yang berhak menerima gemilang sayang Mu dan arahan Rahim Mu: menegakkan yang lemah, mengangkat kaum yang tertindas!


Wahai UMAT DAKWAH!

Amanah perjuangan itu kini jatuh ke tangan kaum yang lemah Dhu’afa dan Fuqara; tenaga lemah dan dana tak ada. Di tangan kaum yang lemah itu tersimpan kekuatan Umat ini. Rahasia kejayaan dan kemenangan, bulat seluruhnya dalam genggaman mereka. Innama tunsyaruna wa turzaquna bidlu ‘afaikum! (Hadis). Kamu akan mendapat kemenangan hanya dengan bantuan kaum yang lemah di antara kamu. Bimbinglah tangan Umat ini kembali, bawa mereka ke jalan yang benar! Jangan dibiarkan Umat ini ditelan kesepian; jangan dibiarkan Umat ini ditakuti oleh hantu-kesangsian, tanpa pimpinan. Hidupkan terus api idealisme dan kembangkan senantiasa optimisme dan enthousiasme. Sinarkan apatisme dan fatalisme, lenyapkan defaitisme, menyerah kepada keadaan atau menjadi budak dan kenyataan! Denyutkan kembali jantung Ummat ini! Wajarkan kembali aliran darah Tauhid mereka! Tuhan telah menjanjikan karunia dan bantuan kepada kaum yang lemah, kaum yang tertindas di bumi.


Wahai UMAT PILIHAN !

Kamu adalah kaum Muslimin, nama pilihan dan panggilan kehormatan yang diberikan Tuhan dari dahulu sampai hari ini. Kamu bukanlah golongan “mustalimin” kaum yang menyerah — kalah kepada kenyataan. Sebagai Umat yang beriman, hadapi kenyataan hidup ini dengan kesadaran dan keinsyafan, kewaspadaan dan keperwiraan. Hadapilah kenyataan di bumi dengan ketenangan jiwa dan keyakinan hidup! Hanya dengan ketenangan jiwa dan keyakinan hidup, hanya dengan Sakinah dan Muthamainah itulah kamu bermakna dan berguna hidup di tengah-tengah manusia di dunia. Hanya dengan ‘Aqidah yang kuat dan qa’idah yang jelas, kamu dapat menempuh kehidupan ini. Hanya dengan Wijhah hidup yang tegak dan khitah perjuangan yang cerah serta terang, kamu dapat membawa Umat ini ke tepi ufuk ke Ridhaan Ilahi. Tegakkan ‘Aqidah Islamiah dalam dada Umat, suburkan “Ibadah!” Susun Umat ini dalam pola Jama’ah menurut tauladan Sunnah, akhiri Firqah! Jama’ah adalah kekuatan dan kesatuan; Firqah adalah kelemahan, remuk dan kehancuran. Hamparkan kembali tikar Ukhwah Islamiah dan Ukhwah Imaniyah di kalangan Umat Islam ini, tanamkan Mahabbah dan Marhamah!


Wahai ANGKATAN KINI!

Tak lama lagi engkau akan kembali pulang, memberi laporan kepada Tuhan, mempertanggungjawabkan segala amal, jasa dan karyamu di dunia. Tinggalkan tempat perjuangan ini kepada generasi muda yang akan datang mengganti. Hidupkan dinamik dan militansi muda Islam, yang akan menggantikan kamu setelah kamu tak ada, yang akan meneruskan pekerjaan yang belum selesai ini. Janganlah kamu hendak hidup seperti pohon beringin besar, yang ingin hidup sepanjang abad, dan tidak memberi kesempatan kepacla tunas-tunas baru tumbuh dan menguntum di sekeliling. Risalah dan Amanah ini tidak akan selesai di tangan engkau sendiri. Susun dan sediakan Tenaga Baru, yang berbakat dan berkarekter, yang akan melanjutkan perjuangan ini dengan segala keyakinan dan keperwiraan. Tahukah engkau, salah satu sebab dan kelemahan Umat Islam ialah tiadanya atau kurangnya kadar yang berwatak, kadar pemikir dan pejuang yang sanggup menggantikan angkatan lama? Tulang dan tenagamu yang sudah semakin lemah, jatah umurmu telah semakin kurang memesankan kepadamu supaya mencari ganti dihari kini. Patah tumbuh hilang berganti; jangan ada “vacuum” pimpinan atau fathrah pedoman kelak terjadi di kalangan Umat Islam.


Wahai ANGKATAN BARU!

Siapkanlah dirimu untuk menggantikan angkatan tua, mereka akan pulang tak lama lagi. Janganlah engkau menjadi pemuda kecapi suling, yang bersenandung meratapi tepian yang sudah runtuh, mengenangkan masa silam yang telah pergi jauh. Janganlah engkau membuat kekeliruan lagi seperti pernah dilakukan oleh angkatan yang engkau gantikan. Teruskan perjalanan ini dengan tenaga dan kakimu sendiri. Dada bumi cukup luas untuk menerima kehadiranmu. Penuhilah segenap udara ini dengan kegiatan dan ketekunan, sungguh dan penuh. Hadapilah tugas mahaberat ini dengan jiwa besar, dengan dayajuang api semangat yang nyalanya kuat dan keras. Pupuklah Ruhul-Jihad, semangat revolusioner, radikal dan progressif dalam jiwamu, dan bertindaklah sebagai laki-laki dengan perhitungan yang nyata dan pertimbangan yang matang.


Perkayalah dirimu dengan meneladan kepada masa silam, di mana ada yang rebah dan ada yang bangun, ada yang jatuh dan terus berdiri lagi. Kamu tidak boleh menjadi “plagiator” dari angkatan lama, dan tidak boleh pula menepuk dada serta meniadakan segala harga dan nilai, jasa dan karya dari angkatan lama. Mereka kaya dengan pengalaman, engkau kaya dengan cita-cita. Padukanlah pengalaman angkatan lama dengan nyala citamu! Sejarah ini telah lama berjalan bergerak dan berkembang. Kamu hanyalah tenaga penyambung menyelesaikan perjungan yang belum selesai. Meneruskan pekerjaan besar, sundut bersundut, dan keturunan yang satu kepada keturunan yang lain, angkatan kemudian angkatan. Kafilah hidup ini adalah ibarat gelombang di lautan; menghempas yang satu, menyusul yang lain; memecah yang pertama datang yang kedua. Sedarilah posisi dan fungsimu dalam sejarah, dan lakukanlah tugas suci ini dengan pengertian, keyakinan dan kesabaran! Insafilah kedaulatanmu sebagai Pemuda Angkatan Baru, yang hendak menggantikan manusia tua angkatan lama. Tidaklah sama dan serupa antara kedua angkatan zaman itu, kerana sejarah berjalan sentiasa menurut hukum dinamika dan hukum dialektika.


Wahai UMAT QUR’AN!

‘Aqidah dan Wijhah hidupmu menyuruh engkau tampil ke depan, mengkutbahkan, “Suara Langit” di bumi. Isilah fungsimu dengan kegiatan dan kesungguhan; jalankan Amanat ini dengan segala kepenuhan dan ketekunan. Dunia dan Kemanusiaan menunggu pimpinan dan bimbinganmu. Bumi menantikan “Cahaya Langit” yang mampu menyapu kegelapan. Jaga dan peliharalah jangan sampai “jambatan” ini runtuh, agar hubungan Bumi dengan Langit tidak patah atau terputus.

(1) Qum, Faanzir !

Bangkit dan berdirilah, susun barisan dan kekuatan. Barisan dan kesatuan Umat. Canangkan seruan dan ancaman. Seruan kebenaran dan ancaman kebinasaan jika menolak atau menentang kebenaran. Gemakan sentiasa Kalam Ilahi, kumandangkan selalu suara dan seruan kebenaran. Sampai peringatan ini ke telinga segala Insan! Gempitakan kepada dunia dan kepada manusia ajaran agama Tauhid, ajaran Cita dan Cinta.

(2) Worabbaka fakabbir

Besarkan Tuhanmu, di atas segala! Tiada kebenaran yang menyamai KebesaranNya. Tiada kekuasaan yang menyamai KekuasaanNya. Tiada urusan atau kepentingan yang lebih dan urusan dan kepentingan menjalankan perintahNya. Kecil semuanya dihadapan Allahu Akbar. Fana, lenyap dan binasa segala dalam ke BaqaanNya. Tiada ketakutan selain dari azab, siksaNya yang akan menimpa. Tiada harapan selain dan ke RidhaanNya belaka. Tiada kesulitan apabila ruh telah bersambung dengan Maha Kebesaran dan Maha Kekuasaan Tuhan yang Tunggal itu.

(3) Wathiabaka fathahhir!

Bersihkanlah dirimu, lahir dan batinmu! Hanya dengan kesucian ruh jua Amanah dan Risalah ini dapat engkau jalankan. Risalah dan Amanah ini adalah suci. Dia tidak boleh dipegang oleh tangan yang kotor, jiwa yang berlumur

dosa dan noda. Hanyalah dengan kesucian ruh engkau dapat memikul tugas dan beban berat ini. Sucikanlah dirimu, lahir dan batin, baru engkau ajar manusai menempuh tugas dan beban berat ini. Thahirum muthahir suci dan mensucikan, itulah peribadi Mukmin yang sejati. Tangan yang berlumur darah maksiat tidak mungkin akan berbuat khairat kepada dunia dan manusia. Jiwa yang kotor dan penuh dosa tidak mungkin akan memberikan isi dan erti dunia dan manusia.

(4) Warrujza fahjur !

Jauhilah maksiat, singkiri mungkarat! Dosa itu akan menodai dirimu, akan menghitamkan wajah riwayatmu. Engkau tidak akan sanggup menghadap, jika mukamu tebal dan hitam dengan dosa dan maksiat, Namamu akan cemar dihadapan Rabbi, kalau laranganNya tidak engkau singkiri dan jauhi. Bersihkanlah keluargamu, saudaramu dan tetanggamu, masyarakat bangsamu dari maksiat mungkarat dosa dan noda. Bangsa dan Negaramu akan karam-tenggelam dalam lembab kehancuran dan kebinasaan, jikalau maksiat dan mungkarat telah menjadi pakaiannya. Makruf yang harus tegak dan mungkar yang harus roboh, adalah program perjuanganmu. Al-Haq yang mesti dimenangi dan bathil yang harus dibinasakan, adalah acara dan jihadmu.

(5) Wala tumnun tastakthir’

Janganlah engkau memberi karena harapkan balasan yang banyak! Jalankan tugas ini tanpa mengharap balasan dan ganjaran dari manusia ramai. Menjalankan tugas adalah berbakti dan mengabdi, tidak mengharapkan balasan dan pujian, keuntungan benda dan material. Kekayaan manusia tidak cukup untuk “membalas” jasamu yang tidak ternilai itu. Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini akan kering dari ketiadaan Iman, kepercayaan dan, pegangan? Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini lenyap ditelan kesepian, tiada suluh dan pelita? Bukankah tanpa engkau, hidup ini akan kerdil; hidup kehampaan dan segala kehampaan, kerana tiada Iman dan Agama? Kalau tidak adalah “penyuluh-penyuluh” baru datang ke dunia seperti engkau, alam ini seluruhnya akan tenggelam dalam kegelapan, kesepian dan kehampaan. Jalankan tugas ini kerena hanya mengharapkan ke Ridhaan Tuhanmu jua.

(6) Walirabbika fasybir !

Kerana Tuhanmu, hendaklah engkau sabar! Lakukanlah tugas dan kewajipan ini dengan segala kesabaran dan ketahanan. Sabar menerima musyibah yang menimpa, ujian dan cobaan yang datang silih berganti. Sabar menahan dan mengendalikan diri, menunggu pohon yang engkau tanam itu berpucuk dan berbuah. Tidak putus asa dan hilang harapan atau kecewa melihat hasil yang ada karena tidak seimbang dengan kegiatan dan pengorbanan yang diberikan. Hanya Ummat yang sabar yang akan mendapat kejayaan sejati dan kemenangan hakiki. Hanya Ummat yang sabar yang akan sampai kepada tujuan.


Haza dzikrun!

Inilah enam peringatan dan enam arahan! Untuk Mujahid Dakwah. Syahibud Dakwah, si Tukang Seru. Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini lenyap ditelan kesepian, tiada suluh dan pelita? Bukankah tanpa engkau, hidup ini akan kerdil; hidup kehampaan dan segala kehampaan, kerana tiada Iman dan Agama? Kalau tidak adalah “penyuluh-penyuluh” baru datang kedunia seperti engkau, alam ini seluruhnya akan tenggelam dalam kegelapan, kesepian dan kehampaan. Jalankan tugas ini kerana hanya mengharapkan ke Ridhaan Tuhanmu jua...(dikutip dari kitab "Usroh wa Da'wah": Imam Hasan Al Banna)