07/03/10

FDP GELAR TEMU MUROBBI SE-IAIN


(Bandarlampung,07/03/2010). Sebanyak 35 orang Tutor/Murobbi se-IAIN Raden Intan Lampung mengadakan acara Temu Tutor/Murobbi di Aula Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung. Acara yang digelar oleh Forum Dewan Pembina (FDP) ini, mengambil tema “Konsolidasi Pembinaan Tarbiyah Kader Melalui Semangat Ukhuwah Islamiyyah”. Dalam sambutannya, Ketua Panitia akhina Muhammad Triono, mengatakan; ‘bahwa substansi dari acara ini meliputi 3 hal: brainstorming problematika proses tarbiyah kader, recovery tarbiyah kader, dan konsolidasi manhaj dakwah kampus.” Paparnya. (Doc. Humas)

4 UKMF KOMPAK GELAR PMDTD


(Bandarlampung,06/03/2010). Empat UKMF di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung (UKMF IBROH Fakultas Tarbiyah, UKMF SALAM Fakultas Ushuluddin, UKMF HAMAS Fakultas Syari’ah, UKMF ABABIL Fakultas Dakwah) secara bersama menggelar acara Pelatihan Manajemen Dakwah Tingkat Dasar (PMDTD) dari tanggal 06-07 Maret 2010, acara ini merupakan jenjang kaderisasi ke-II setelah Pekan Orientasi Kader (POK). Acara yang dipusatkan di ruang auditorium Lt. 2 Fakultas Tarbiyah ini, diikuti oleh 90an orang peserta dari berbagai fakultas di lingkungan kampus setempat. (Doc. Humas)

SAFARI LDK BAPINDA; ANTARA LAMPUNG – JAKARTA


(Bandarlampung,27/02/2010). UKM BAPINDA IAIN Raden Intan Lampung mengadakan acara Safari LDK, acara yang dilaksanakan dari tanggal 25-27 2010 itu diikuti oleh 35 orang kadernya, proses keberangkatannya sendiri dilepas oleh Wakil Walikota Bandarlampung, bapak Kherlani, S.E., M.M., dan Rektor IAIN Raden Intan Lampung, bapak Prof. Dr. Musa Sueb, M.A. di pelataran gedung rektorat setempat.

Pada acara Safari LDK tahun ini, UKM BAPINDA mengambil tujuan LDK UIN SAHID Jakarta, LDK SALAM UI Jakarta, dan Masjid Kubah Emas Depok. Dalam sambutannya, Ketua UKM BAPINDA Rovel Rinaldi mengatakan; bahwa tujuan dari Safari LDK ini adalah untuk studi banding dan silaturrahim kepada LDK-LDK yang ada di Jakarta guna menambah dan tukar informasi dalam pengembangan syiar dakwah kampus kedepan. (Doc. Humas)

07/02/10

Rekayasa Menumbangkan Negeri Islam Terbesar


Muslim dengan Muslim pun dibenturkan. Karena itu, waspadalah dengan skenario musuh Islam yang ingin memperlemah, mengobok-obok dan meluluhlantakkan Islam hingga akar-akarnya.

Oleh Adhes Satria & Daniel Handoko

Perang yang sedang berlangsung saat ini adalah perang tanpa senjata. Tentu ibadah tertinggi adalah jihad qital. Tapi kondisi di Indonesia belum memungkinkan untuk diterapkan jihad Qital. Yang harus dilakukan adalah mengcounter pemikiran dengan pemikiran, teknologi dengan teknologi, ekonomi dengan ekonomi, gaya hidup dengan gaya hidup. Inilah manuver yang kita sebut perang tanpa senjata.

Menurut sosok generasi muda seperti Thufail Al Ghifari, cara yang paling efektif untuk menghancurkan Islam adalah dengan pemikiran. Musuh Islam tahu, bahwa kunci utama umat Islam adalah Al Qur’an. Karena itu, target mereka adalah mejauhkan umat Islam dari Al Qur’an. Bagi mereka, itu sudah cukup.

“Kita memang hidup di negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tapi yang mayoritas itu harus dipertanyakan lagi, berapa banyak umat Islam yang shalat lima waktu, berapa banyak yang bisa membaca Al Qur’an, kemudian yang paham dan mengamalkannya. Ternyata kalau dikerucutkan, umat Islam sendiri sangat jauh dari nilai-nilai Al Qur’an. Ironinya, kita malah terkecoh dengan pemikiran-pemikiran, syair-syair, lirik yang datang dari orientalis daripada ayat Al Qur’an,” tukas Thufail, aktivis Muslim dari kalangan underground.

Sumber kehancuran dari segala kehancuran di muka bumi, bermuara pada konspirasi Zionisme internasional. Zionis ada di mana-mana walaupun mereka berkedok komunis. Ada pula yang merasa bukan Zionis, tapi dia selalu menjalankan agenda Zionis.

“Tidak menutup kemungkinan, Islam pun disusupi Zionis. Karena Zionis itu tidak lagi memakai baju Zionis. Seorang Zionis tentu tidak akan mengaku dirinya Zionis. Sebab, dia tidak peduli dengan label. Nah, ketika Zionis tidak pake baju Zionis, otomatis dia bisa tampil dalam segala bentuk. Ketika komunitasnya mengenakan baju dayak, dia akan pake baju dayak. Jika komunitasnya berpakaian Jawa, dia akan pake baju jawa. Jadi apapun labelnya, seorang antek-antek Zionis selalu akan membawa kepentingannya,” ungkap Thufail yang juga bergabung dengan kelompok KaZI (Kajian Zionisme Internasional).

Bukan tidak mungkin, Zionis memakai tampilan Islam, seperti peci, berpakaian Muslim, tapi esensi yang mereka tanamkan adalah feminisme, sekularisme, pluralisme, liberalisme, menciptakan keraguan-keraguan, menalar Allah dengan logika, membuat haluan-haluan baru dalam Islam dengan berkedok moderat atau apapun namanya. Ujung-ujungnya adalah mereka ingin umat Islam terbiasa dengan kultur Yahudi dan Nasrani. “Walaupun kita mengaku Islam, tapi digiring untuk menjadi bagian dari millah mereka. Contoh, kita terbiasa mengikuti perayaan tahun baru masehi dengan kembang api, terompet, hura-hura, dan kemaksiatan lainnya,” jelas Thufail.

Banyak sudah negeri-negeri Muslim yang sudah dihancur-leburkan oleh kekuatan global bernama Barat. Mungkinkah Indonesia akan di Pakistan-kan? ”Untuk meramal tentu sulit, karena itu suatu hal yang ghaib. Tapi, jika melihat bukti-bukti yang riil, bisa kita rasakan, Islam dibenturkan dengan Islam. Karena itu, harus ada yang bisa mereduksi, agar ukhuwah Islamiyah tidak terganggu. Atas nama HAM, orang yang menista agama malah dibekingi, sedangkan orang yang minta ditegakkannya syariat malah dibilang teroris. Kalau umat Islam saling dibenturkan, bukan tidak mungkin, kondisi di Pakistan akan hadir juga. Tapi kita tahu kapan terjadi. Yang jelas, bibitnya sudah mulai terasa. Kita tak ingin, bangsa ini kehilangan identitasnya.”

Melawan Liberalisme
Hasil dari neoliberalisasi adalah kehancuran bagi yang lemah dan kemenangan bagi yang kuat. Kita dipaksa bersaing dengan negara yang sudah merdeka ratusan tahun, bersaing dengan negara yang selalu mengeruk kekayaan bangsa, dan pada awal 2010 nanti, akan masuk wilayah FTA (Free Trade Area). “Di era perdagangan bebas ini, jelas akan semakin melemahkan bangsa indonesia. Semua produk asing akan masuk dengan bebas. Apakah rakyat kita mau seperti itu?” kata Siti Fadilah kepada Sabili saat membuka acara diskusi Kajian Zionis Internasional di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.

Lebih lanjut, Siti Fadilah mengatakan, banyak pejabat atau pembesar negara menandatangani kebijakan yang menguntungkan pihak asing, hampir 90% kekayaan alam sudah bukan milik kita, 90% bank yang ada juga bukan milik kita. Semuanya sudah dimiliki pihak asing. Sistem yang berjalan itulah yang menjadi gurita untuk menghancurkan Indonesia. Sementara, sistem neo-liberal yang sedang berjalan tidak bisa dirubah, padahal sebetulnya, kita bisa menolak atau tidak menggunakan sistem tersebut. Seperti Iran, Cina, yang tidak menggunakan sistem neo-liberal. Sistem ini tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia, kecuali jika sudah kuat dan terukur dalam segala bidang. “Gurita Zionis masuk ke dalam dunia kesehatan dan pendidikan karena dua hal ini. Mengingat, dua sektor ini merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat.”
Dalam dunia pendidikan, misalnya, ada pemberlakuan BHP (Badan Hukum Pendidikan) pada perguruan tinggi. Dengan diberlakukannya otonomi kampus, telah membuka pintu masuk bagi asing untuk memberikan sokongan dana, disadari atau tidak, dana itu sebagian berasal dari Zionis melalui tangan NGO atau negara asing. “Makna Zionis jangan dipersempit hanya simbol atau agama, tapi lebih luas dalam aspek kehidupan,” kata Siti Fadilah.

Sementara itu dikatakan Dr Nirwan Syafrin (Direktur Eksekutif INSISTS), upaya penghancuran Indonesia mengalami pola yang beragam. Musuh Islam sangat menyadari, jika perang fisik membutuhkan sokongan dana yang tidak sedikit, pola yang gencar dilakukan adalah menyerang dalam ranah pemikiran. Keberadaan gerakan liberal menjadi bukti. Negara asing itu tak perlu turun langsung, tapi cukup menurunkan pion-pion mereka yang sudah dididik untuk berhadapan dengan kalangan konservatif.
Gerakan liberal tumbuh dengan subur di Indonesia karena counter dari kalangan ulama tidak keras. Berbeda dengan beberapa negara Islam, seperti Sudan, ulama mengcounter gerakan liberal sangat keras. Aneh, jika banyak kiai dan ulama di Indonesia malah disibukkan dengan aktifitas politik. “Sebuah report yang diterbitkan oleh Rand Corporation berjudul Building Muslim Network menyatakan, bahwa perang yang diterapkan dalam dunia Muslim adalah perang ide (Ghazwul Fikri). Upaya deIslamisasi terhadap generasi muda Muslim dengan menjauhkan budaya atau ajaran Islam, lambat laun membuat semangat jihad umat Islam luntur, bahkan tidak muncul lagi. Perang ide yang dikobarkan adalah melalui liberalisasi dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Salah satu bentuk konkrit liberalisasi dalam pendidikan adalah dengan maraknya twining program, pertukaran mahasiswa dan beasiswa dari negara liberal. Beberapa kampus melakukan kerja sama dengan kampus asing seperti Mcgill atau temple university dengan fokus kajian pluralisme agama, atau kesetaraan gender. Bahkan ada yang melegalkan pernikahan antar agama.
Pola yang sedang dan sering dilakukan untuk meliberalkan Indonesia adalah dengan memberikan beasiswa sebanyak-banyaknya kepada generasi muda Muslim untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Mereka banyak ‘disuapi’ ide-ide pluralisme dan dijadikan corong di negerinya masing-masing. Orientalis Barat tidak perlu datang ke Indonesia, cukup mahasiswa Indonesia yang pernah kuliah di luar negeri sudah bisa dijadikan pion untuk mengasongkan dagangan sepilisnya (sekularisme, pluralisme dan liberalisme).

Dampak parah dari ide liberal, banyak kaum liberal yang menggugat otentisitas wahyu, bahkan ada yang buku yang diterbitkan oleh institusi agama Islam berjudul “Indahnya Nikah Sejenis” (kumpulan artikel Justucia Semarang), penulisnya justru dari seorang mahasiswa Islam. Orientalis sendiri tidak membuat artikel tersebut, tapi cukup dikaji oleh pion-pion mereka. Parahnya sebuah seminar dengan tajuk “Gay jadi, kawin juga boleh” diadakan oleh salah satu universitas Islam di yogja. Kesalahan terparah, banyak mahasiswa Islam mempertanyakan otensistas wahyu dan meruntuhkan sakralitas wahyu. Mereka juga banyak mensakralkan buku-buku dengan ide pluralisme dan meragukan Al-Qur’an.

Ketika kaum liberal mendekonstruksi kesucian Al Qur’an, maka yang terkandung dalam Al Qur’an akan memberikan kesimpulan, bahwa semua bukan kalam Tuhan. Sama persis apa yang mereka lakukan terhadap kristen. Otomatis hukum yang terkandung sudah tidak layak diterapkan dalam dunia modern, hukum yang pondasi dalam Islam dianggap tidak ada.

Dikatakan Nirwan, upaya melawan liberal adalah melalui pendidikan sebagai dasar generasi muda. Selain itu, harus dipersiapkan pula kurikulum yang tidak terkontaminasi arus liberal, termasuk dosen-dosennya. “Indoktrinasi liberal banyak terjadi dalam kampus-kampus, maka dosennya pun harus lebih selektif untuk meng-counter arus liberal, bahan penyeimbang ide liberal harus juga diberikan dalam dunia pendidikan,” tandasnya.
Lebih jauh, Nirwan menegaskan, partisipasi semua lembaga agama (Islam) harus dilibatkan, dukungan semua lini juga sangat dibutuhkan untuk menghadang liberalisasi, termasuk dukungan politik untuk membuat undang-undang dunia pendidikan. Ormas Islam punya peran besar untuk mempersiapkan kader intelektual dalam bidang agama agar tidak di “cuci otak” nya, jika belajar ke negeri Barat. Peran pemerintah dalam memberikan pelatihan terhadap guru, hendaknya tidak terjebak dengan isu multikulturalisme. Ingat, pertarungan tidak hanya wacana tapi sudah meningkat kepada tingkat aksi, ideologi dan seterusnya.

Tak dipungkiri, ghazwul fikri tumbuh subur di Indonesia. Mereka memodifikasi modus operandi untuk melemahkan semangat kaum Muslimin. Salah satunya dengan menyusupkan narkoba ke jantung basis umat Islam, menanam mental korupsi, membiarkan perzinahan, penyebaran penyakit dengan berbagai virus, memancing kemarahan umat Islam dengan karikatur, artikel yang melecehkan Nabi Muhammad Saw dan sebagainya.
Modus lama yang masih efektif adalah memberi banyak penghargaan terhadap tokoh-tokoh Muslim yang mendukung pluralisme, selularisme dan liberalisme. Zionis Israel, AS, Inggris, dan negara Barat lainnya memang paling royal dengan penghargaan ini. Karena dianggap oknum tokoh Islam yang gila dengan penghargaan, apalagi jika ditunjang dengan dollar.

Ketika semua persoalan itu tak bisa diantisipasi, pejabat Muslim tidak memiliki intergritas lagi. Jika trust jatuh pada titik nadir, yang berkembang adalah menciptakan devide et impera (politik adu domba) antar umat Islam sendiri, sebagaimana yang terjadi di negara Pakistan. Muslim dengan Muslim pun dibenturkan. Karena itu, waspadalah dengan skenario musuh Islam yang ingin memperlemah, mengobok-obok dan meluluhlantakkan Islam hingga akar-akarnya Untuk merealisasikan kehancuran Islam itu, ditebarlah spionase-spionase yang menjadi kaki tangan Barat ke seluruh negeri berpenduduk muslim, termasuk Indonesia. Jika dulu, Belanda punya spionase Snouck Hurgronje, Inggris merekrut Thomas Edward Lawrence alias Lawrence of Arabia, Israel punya Johann Wolfgang Lotz, Hampher (Inggris) dan sebagainya. Agen-agen resmi negara, seperti CIA (AS), Mossad (Israel), M16 (Inggris) dan agen swasta lainnya punya andil untuk menghancurkan Islam. TE Lawrence, misalnya, ia ditugaskan untuk memprovokasi para kepala suku dan mengobarkan pemberontakan terhadap Monarki Turki, lalu terjadilah Revolusi Arab.

Di Indonesia, sosok Snouck Hurgronje dikenal sebagai spionase Belanda yang mempelajari Islam dan menyebarkan fitnah di tengah masyarakat Muslim. Dengan menggunakan pengetahuan tentang Islam dan sejarahnya, Snouck menjalankan siasat busuknya untuk mencari kelemahan umat Islam dari dalam. Di balik ”penelitian ilmiah” itulah, ia melakukan aktivitas spionase, demi kepentingan penjajah dan melanggengkan kekuasaan kolonial. Dengan cara manipulasi, pengkhianatan, dan pura-pura masuk Islam, Snouck berganti nama menjadi Abdul Ghaffar, mempelajari Islam di Makkah Al Mukarramah, bahkan menunaikan ibadah haji.

Selama di Hijaz, ia berbaur dengan masyarakat Indonesia yang mukim di sana, dan menjalin hubungan erat dengan para ulama Mekkah dan Indonesia, khususnya asal Jawa, Sumatera, dan Aceh. Banyak data-data penting dan informasi yang diperoleh, saat ia memata-matai gerakan anti penjajahan, terutama ihwal rencana para ulama Indonesia yang akan menyerukan jihad melawan Belanda di Tanah Air. Snouck kemudian menawarkan diri kepada pemerintah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Ia membuat laporan panjang yang berjudul ”Kejahatan-kejahatan Aceh”. Laporan ini menjadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapi masalah Aceh.

Snouck lalu merekomendasikan, bahwa yang berada di balik perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena ia yakin tokoh-tokoh itu hanya memikirkan duniawinya, mengamankan posisinya. ”Islam harus dianggap sebagai faktor negatif karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan Muslimin. Islam membangkitkan kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda,” begitu statemen Snouck. Itulah sebabnya, ia meyakinkan pemerintah Belanda, kekuatan di Aceh bisa ditaklukkan bila ulamanya ”dibersihkan”.

Siasat politik Devide et impera, pecah dan kuasai yang dilancarkan Snouck Hurgronje menjadi inspirasi dan terus di up-date oleh musuh-musuh Islam di era globalisasi sekarang ini. Terbukti, spionase kaki tangan Barat, kini ditanam di negeri-negeri muslim dan di setiap organisasi pergerakan Islam, dengan cara menebar virus sekuler-liberalisme ke dalam otak interlektual muslim. Agen-agen lokal berwajah melayu ini direkrut dan diracuni pola pikirnya, tentu saja dengan kucuran dana yang menjanjikan. Agen-agen Melayu ini ditebar untuk menjadi duri dalam daging di tubuh umat Islam.

Atas nama HAM, demokrasi, pengusung liberal dan pluralisme hendak memberangus Islam dengan cara menjegal perda-perda yang dianggapnya berbau syariat. Mereka tampil sebagai pembela maksiat, kaum homoseksual, pornografi, penghina Nabi, peleceh Al Qur’an, penggugat syariat Islam, dan menyiapkan segudang amunisi untuk melumpuhkan pejuang syariat Islam. Bagi orientalis, ini adalah kemajuan besar.
Tak beda dengan Snouck, Hampher saat menjalankan tugas spionasenya, diibekali buku setebal seribu halaman berjudul ”Cara Menghancurkan Islam” oleh Sekretaris Kementerian Inggris. Buku itu yang berisi informasi tentang sumber kekuatan dan juga titik lemah umat Islam ini merupakan hasil pengamatan di bidang militer, ekonomi, pendidikan dan agama.

Ada beberapa strategi yang dikemukakan Hampher untuk menjatuhkan Islam, diantaranya: Menimbulkan kontroversi dengan memicu kebencian diantara kelompok-kelompok yang bertikai, menyebarkan ketidakpercayaan, dan menerbitkan bacaan yang memicu kontroversi; Melenyapkan buku-buku tentang Islam sebanyak mungkin; Menjunjung kepentingan surgawi sehingga lupa bekerja untuk dunia, memperbesar pengaruh tasawuf, menjebar umat Islam dengan prinsip zuhud; Membujuk penguasa agar terus menjadi diktator dan kejam; Menghapus hukuman mati bagi para pembunuh dengan Undang-undang; Membiasakan diri dengan gaya hidup bebas, korup, riba, drugs, miras, pornografi; Menebarkan kebencian untuk melawan ulama agar jauh dari umat Islam; Mendukung oposisi untuk melawan pemerintah.

Apalagi? Dimunculkan chauvinisme, rasisme dan nasionalisme diantara umat Islam untuk memecah perhatian mereka dengan heroisme masala lalu; Melegalkan alkohol, perjudian, perzinahan, babi dan perkelahian; Menyebarkan kecurigaan seputar jihad; Menghilangkan ungkapan kafir adalah buruk; Menanamkan anggapan bahwa membangun gereja di negara Islam tidaklah haram dengan dalil-dalil tertentu; Menghalangi umat Islam beribadah dan membuat mereka lupa akan fungsi ibadah; Menghalangi pembangunan masjid, melarang adzan, menara, cadar, jilbab dan simbol Islam lainnya.

Selanjutnya, memasukkan unsur bid’ah dalam ajaran Islam dan mengkritik Islam sebagai agama teror; Menghalangi pertambahan jumlah umat Islam dengan pembatasan jumlah kelahiran dan pelarangan poligami serta membatasi pernikahahan. Misalnya melarang pernikahan orang Iran atau Turki dengan Arab; Membatasi lembaga keagamaan dan hanya menjadi monopoli pemerintah; Memasukkan keraguan akan keotentikan al Qur’an dalam benak umat Islam.

Inilah era baru, perang pemikiran, perang tanpa senjata, perang yang tak menelan biaya mahal. Sudah saatnya, kaum Muslimin merapatkan barisan, agar tidak terkecok dengan kedok mereka yang berbaju HAM, demokrasi, dan pluralisme.
(sumber:www.sabili.co.id)

22/01/10

KEAJAIBAN SALAM


dakwatuna.com – Cinta adalah sesuatu benih yang hidup dalam hati dan tumbuh muncul ke permukaan dalam bentuk ekspresi kongkret dan perilaku riil. Cinta memerlukan ekspresi tersendiri dan esensi syariat Salam dalam Islam lebih dari sekadar simbol formalitas verbal tetapi sebuah ekspresi tulus yang lahir dari perasaan cinta, kasih sayang, doa, harapan, suka cita, motivasi, kepedulian, perhatian, penghargaan dan ikatan batin yang tulus dalam berbagai bentuknya.

Alice Gray memberikan tips mengawetkan hubungan romantis pasangan dalam bukunya List To Live By For Every Married Couple (2002) yaitu dengan memelihara komunikasi efektif melalui berbagai ekspresi perasaan, sukacita, dam keprihatinan yang terdalam. Menurutnya, pernikahan itu dibangun di atas ekspresi-ekspresi kecil penuh kasih sayang dengan menekankan pentingnya ucapan-ucapan selamat dalam berbagai pengalaman penting dan momentum berarti (munasabat) serta sebaliknya mengabadikan kartu ucapan selamat yang terkirim untuk pernikahan, ulang tahun, ulang tahun pernikahan ataupun ucapan spesial apapun merupakan hal yang bermanfaat sebagaimana saran Angela Dean Lund, konsultan kenangan-kenangan kreatif.

Salam merupakan salah satu bentuk pemberian motivasi yang sangat berarti dalam sebuah hubungan agar dapat meningkatkan semangat dalam vitalitas kehidupan fisik material maupun psikologis spiritual, maka karena cinta memerlukan motivasi yang intens dan kontinyu agar tercipta hubungan yang harmonis dan bergairah sepanjang musim, seperti diungkapkan oleh John Gray dalam Men are From Mars, Women are from Venus (1992) sehingga memerlukan manajemen salam dan seni memahami entry point serta titik-titik sensitif serta sentimentil untuk mengeratkan hati pasangan ataupun orang lain (ta’liful qulub). Namun demikian, patut disayangkan, banyak kalangan umat dan aktivis dakwah yang melewatkan dan menyiakan entry point ini membina dan mengeratkan hubungan dengan orang-orang dekatnya serta lingkungan pergaulannya sehingga tercipta hubungan yang loyal, bergairah dan indah.

Sebagai seorang muslim, adalah telah menjadi sebuah keharusan syar’i dan keniscayaan pergaulan untuk memahami manajemen salam dengan saling membudayakan salam secara positif dan efektif. Banyak sekali dalil syar’i, baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang menganjurkan agar kita selalu memberi salam kepada siapa pun termasuk yang kita belum kenal apalagi orang-orang dekat yang telah lama kita kenal. (QS.24:27)

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, apakah Islam yang paling baik itu? beliau menjawab: Engkau memberi makan dan memberi (mengucapkan) salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum kamu kenal.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih )

Rasulullah SAW telah mewasiatkan kepada umat Islam untuk memelihara tujuh perkara yaitu; menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, mendoakan orang yang bersin, membantu yang lemah, menolong yang dizhalimi orang, memberi salam, mengabulkan permintaan seseorang (memohon dengan sumpah kepada Allah). (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Imam Ibnu Hibban (w.354 H.) dalam Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala menegaskan bahwa Islam sangat menganjurkan budaya Salam pada hubungan sosial secara umum, karena mengandung hikmah dapat mengikis rasa kebencian, kemarahan dan mencerahkan pergaulan sebagaimana riwayat hadits Nabi saw yang mengatakan bahwa Salam merupakan salah satu nama agung Allah yang dihamparkan di muka bumi, maka tebarkanlah Salam di antara kalian.

Manajemen salam secara baik akan melatih seseorang dapat mengoptimalkan upaya membudayakan salam yang merupakan salah satu cara untuk memperkuat persaudaraan khususnya antara sesama muslim, menambah perasaan saling cinta antar sesama orang beriman. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menegaskan bahwa tidak akan masuk surga sehingga orang telah beriman, dan tidak beriman sehingga saling mencintai cara efektif untuk dapat saling mencintai adalah dengan menyebarkan salam. ( HR. Muslim )

Dale Carnegie dalam How to Win Friends and Influence People (1979) mengajarkan bagaimana cara memelihara dan mengeratkan hubungan sosial khususnya ikatan mahligai perkawinan di antara dengan saling memberi salam berupa ucapan selamat dan pujian yang ikhlas serta memberikan perhatian-perhatian pada hal-hal kecil yang menarik pasangan seperti ketika hari ulang tahun peristiwa pernikahan dan kelahiran.

Menghidupkan budaya salam secara kreatif dan inisiatif bagi pribadi pendamba keshalihan akan tumbuh secara mandiri karena keyakinan bahwa salam merupakan kebiasaan tersebut termasuk sebuah ibadah yang dapat menghantarkan kepada surga sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Hai manusia, sebarkanlah salam, berdermalah makanan, hubungkanlah tali persaudaraan (silaturahim), shalat malamlah pada saat orang-orang sedang tidur lelap niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat. ( HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Tradisi Salam lahir dan hidup sepanjang sejarah hubungan manusia berlangsung sejak zaman Nabi Adam as. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT telah selesai menciptakan Adam as, maka Allah SWT memerintahkan kepada Adam as. untuk menemui dan memberi Salam kepada segolongan malaikat yang sedang duduk menunggu untuk kemudian Adam as diminta mendengarkan apa yang mereka ucapkan sebagai penghormatan kepadanya. Salam yang diucapkan para malaikat kepada Adam as. adalah salam hormat kepadamu dan salam hormat kepada keturunanmu (yang beriman). Maka Adam as berkata: “Assalamu’alaikum” dan mereka menjawab: “Assalamu’alaikum Warahmatullah”. ( HR. Bukhari )

Pada dasarnya, hukum memberi salam dan menjawabnya adalah berbeda. Memberi salam adalah sebuah sunnah yang dianjurkan sedangkan menjawabnya adalah wajib sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa para ulama sepakat tentang hal ini. Ketentuan syariat ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan pemeliharaan hubungan dengan mengajarkan pentingnya menghargai ekspresi positif orang lain berupa ucapan selamat dengan cara membalasnya dengan ucapan salam senada atau lebih baik lagi sebagaimana hadits tentang permulaan salam di atas sehingga para ulama sepakat bahwa menambahkan kalimat dalam menjawab salam adalah sesuatu yang dianjurkan memberikan balasan salam yang lebih baik sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan terhadap inisiator salam. Firman Allah SWT : “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. (QS. 4:86)

Kristine Carlson dalam Don’t Sweat the Small Stuff for Women (2001) mengkritik kebiasaan dan sikap sementara orang yang kurang arif dalam menerima salam berupa pujian dan kata selamat dengan berbagai respon negatif bahkan pasif, padahal kita dapat menyambutnya dengan ucapan “terima kasih”. Dalam hal ini sunnah Nabi saw lebih jauh mendorong kebiasaan positif dalam menyikapi ucapan salam dengan menjawabnya tidak sekadar “terima kasih” tetapi memberikan ucapan selamat kembali kepada penyampai dan orang yang mengucapkannya minimal setara bobot ucapannya.

Esensi prosedur salam dalam syariat Islam yang berupa tatacara memberi salam yaitu orang yang berkendaraan lebih dulu memberi salam kepada yang berjalan, yang berjalan memberi salam kepada yang duduk, jama’ah yang sedikit memberi salam kepada yang lebih banyak, yang muda memberi salam kepada yang lebih tua sebagaimana hadits dalam riwayat Muttafaq ‘Alaih mengajarkan kepribadian rendah hati dan peduli etika pergaulan dengan memahami posisi diri dan orang lain serta tanggap terhadap ekspresi menghargai orang lain sebagai point entry untuk dihargai dan media perekat hubungan sosial sehingga lahir keshalihan yang memancarkan akhlaq yang baik (khiyarukum ahasinukum akhlaqan).

Persoalan fiqih yang kadang mengganjal dalam manajemen salam adalah salam antar jenis yang bukan mahram. Bila kita perhatikan teks-teks dalil yang menganjurkan untuk menyebarkan salam pada dasarnya bersifat umum dan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Artinya, jika ada seorang lelaki yang secara tulus ikhlas mengucapkan salam kepada seorang wanita, maka wanita itu sesuai dengan nash Al-Qur’an wajib membalasnya dengan jawaban yang lebih baik atau minimal yang serupa dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian hijab gender tidak bisa mengoyak ajaran dan doktrin Salam serta filosofisnya.

Dalam hadits shahih diriwayatkan bahwa Ummu Hani binti Abi Thalib berkata: “Saya mengunjungi Rasulullah pada tahun al-Fath (penaklukan kota Mekah), ketika itu beliau sedang mandi sementara Fatimah, putrinya, sedang menutupi tempat mandi beliau dengan tabir, lantas saya mengucapkan salam kepada beliau, lalu beliau bertanya, ‘siapa itu?’ saya menjawab, ‘Ummu Hani binti Abi Thalib’, kemudian beliau berkata, ‘selamat datang Ummu Hani’” (HR Bukhari dan Muslim)

Ketika Rasulullah saw menyampaikan kepada istrinya Aisyah bahwa malaikat Jibril mengucapkan salam kepadanya, maka ‘Aisyah ra. menjawab salamnya dengan ucapan “wa’alaikum salam warahmatullah”.

Imam Ibnu Hajar meriwayatkan dalam Fathul Bari-nya hadits Asma’ binti Yazid yang mengatakan bahwa Nabi saw pernah melewati kami kaum wanita, lalu beliau mengucapkan salam kepada kami. Imam Ahmad juga meriwayatkan dalam Musnad-nya bahwa ketika sahabat Mu’adz tiba di Yaman, ia didatangi seorang perempuan dengan dua belas anaknya seraya mengucapkan salam kepada Mu’adz.

Demikian yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya tentang memberi salam kepada kaum wanita atau sebaliknya meskipun terdapat sebagian ulama yang mensyaratkan kebolehan itu dengan kondisi ‘aman dari fitnah’ seperti Imam Al-Hulaimi dan Al-Mihlab. Dari sumber-sumber di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ulama zaman dahulu tidak mengharamkan mengucapkan salam kepada wanita, khususnya jika laki-laki itu berkunjung ke rumah si wanita untuk urusan tertentu yang syar’i, untuk mengobati, mengajar, dsb. Berbeda dengan wanita yang bertemu dengan laki-laki di jalan umum, maka si lelaki sebaiknya tidak mengucapkan salam kepada wanita, kecuali jika antara mereka ada hubungan yang kuat, seperti hubungan nasab, kekeluargaan, semenda, dll. Sedangkan alasan yang paling kuat yang dijadikan sandaran oleh golongan yang melarangnya adalah karena ‘takut fitnah’ yang sudah seyogyanya dijaga oleh setiap muslim semampu mungkin untuk menjaga kesucian agamanya dan kehormatannya. Hal itu, sebenarnya, pangkal tolaknya adalah hati nurani dan daya tahan iman seorang muslim itu sendiri, karena itu hendaklah ia bertanya pada dirinya sendiri.

Dalam persoalan kasus salam antar beda jenis yang bukan mahram beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjaga kemurniaan dan efektivitas positifnya adalah bahwa salam itu diucapkan ataupun disampaikan dalam kerangka birr wat taqwa (kebajikan dan ketakwaan), salam itu tepat waktu dan kondisi, salam itu dilandasi ketulusan ikhlas dan aman dari potensi fitnah.

Dalam konteks ini, pendapat kalangan yang mengatakan bahwa suara wanita itu aurat sehingga mutlak tidak boleh ada kontak komunikasi antar jenis adalah tidak relevan karena tidak adanya dalil khusus yang melandasi pelarangan tersebut dan tidak ada seorang pun ulama mu’tabar (eligible) yang berpendapat begitu. Bagaimana dikatakan suara wanita itu aurat, sedang Allah berfirman: “… apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir…” (Al-Ahzab:53).

Ini berarti bahwa mereka, para istri nabi, menjawab permintaan tersebut dari belakang tabir. Demikianlah yang biasa dilakukan Aisyah dan Ummul Mu’minin lainnya, menjawab pertanyaan, meminta sesuatu dan meriwayatkan hadits serta menceritakan sisi-sisi kehidupan Rasulullah, padahal semestinya aturan yang berlaku atas mereka lebih ketat dan lebih berat daripada wanita lainnya. Sebaliknya, banyak pula kaum wanita yang bertanya dan berbicara di majelis terbuka Nabi saw. Betapa banyaknya peristiwa sejarah yang tidak terhitung jumlahnya pada zaman Nabi saw dan sahabat, yang menunjukkan bahwa kaum wanita dapat dan biasa berbicara dengan kaum laki-laki, berdialog, berdiskusi, mengucapkan dan menjawab salam. Tidak seorang pun yang berkata kepada wanita, ‘diamlah, karena suaramu itu aurat’.

Seni memberi dan menjawab ucapan selamat dalam manajemen salam merupakan salah satu bentuk setoran efektif untuk bank emosi kita dalam kebiasaan proaktif untuk menarik simpati orang lain dan membina berbagai hubungan sebagaimana ditegaskan Stephen R. Covey dalam The 7 Habits of Highly Efective Families (1999). Bahkan menurutnya sebagai media sinergi untuk mewujudkan sistem kekebalan keluarga perlu dihidupkan budaya kreatif ucapan selamat sebagai bagian implementasi lima cara mengekspresikan cinta yaitu; 1. berempati, 2. berbagi rasa, 3. meyakinkan dan motivasi, 4. berdoa, 5. berkorban.

Jangan pernah melewatkan satu kesempatan dari peristiwa apapun yang dialami oleh orang-orang yang kita kasihi atau kita kenali untuk memberikan salam yang dapat menyumbangkan rasa kebahagiaan dan motivasi pada mereka sebagai suatu pengikat batin yang dahsyat sekaligus amal yang sangat mulia sebagaimana sabda Nabi saw yang mengatakan bahwa sebaik-baik amal adalah memberikan rasa kebahagiaan pada hati orang lain. Sesuatu yang remeh dan kecil bukan sebagai alasan untuk kita lewatkan meskipun hanya menulis satu coretan kecil, satu baris pesan melalui SMS, satu kalimat telepon, satu, satu kartu ucapan selamat yang sederhana, kalau hal itu memang dapat memberikan kebahagiaan orang lain, bukankah Nabi saw melarang kita untuk meremehkan dan tidak menghiraukan hal-hal positif apapun sekalipun remeh dan kecil.

Dalam optimalisasi fungsi manajemen salam dan untuk mengetahui secara proaktif momentum yang tepat bagi ekspresi salam, agar menjadi salam yang efektif maka diperlukan proses pembelajaran, pengenalan dan saling memahami (tafahum) antar kekasih, sahabat dan relasi. Barbara De Angelis dalam The 100 Most Asked Questions About Love, Sex and Relationships menekankan pentingnya kerjasama dan keyakinan bersama bagaimana perasaan cinta diekspresikan secara benar sehingga dapat membahagiakan pasangan dan sahabat. Oleh karena itu kita perlu ‘ngeh’, ‘ngerti’ dan tahu (ta’aruf) hari-hari, momentum dan saat-saat yang tepat untuk memberikan ucapan dan ungkapan selamat kepada orang-orang sekitar kita. Dan kita harus arif dalam memilih kata, media dan cara penyampaian salam agar tidak mengurangi keberkahan dan efektivitas salam. Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah

03/01/10

FDP GELAR RIHLAH KADER


(Sukarame/03/01/2010). Forum Dewan Pembina (FDP) IAIN Raden Intan Lampung menggelar acara Rihlah Kader se-IAIN. Sekitar 150 orang kader yang berasal dari masing-masing lembaga dakwah kampus IAIN yakni; UKM Bapinda, UKMF HAMAS Fakultas Syariah, UKMF ABABIL Fakultas Dakwah, UKMF SALAM Fakultas Ushuluddin, dan UKMF IBROH Fakultas Tarbiyah tampak antusias mengikuti acara ini.

Acara Rihlah ini difokuskan pada pembinaan "membentuk amal jama'i/team work" pada diri kader-kader dakwah IAIN dalam bentuk outbond, lomba-lomba, dan game-game. Acara ini sendiri bertempat di Sekolah Alam Lampung Korpri-Sukarame, yang dalam kesempatan Rihlah ini FDP IAIN mengadakan kerjasama dengan Lembaga Pengembangan SDM (LP-SDM) Rabbani Traning Center. nampak hadir dalam kegiatan ini langsung Direktur Eksekutif RTC Lampung M. Triono didampingi trainer-trainer RTC lainnya seperti Firmansyah dan Yuda.

Dalam pemaparan diakhir outbond, Kak Tri begitu ia akrab disapa menjelaskan hikmah dan manfaat dari masing-masing game-game dan lomba-lomba dalam outbond ini, "Antum semua jangan berharap dakwah ini akan berhasil dengan diri antum sendiri yang menjalankannya, antum perlu orang lain (jamaah) dalam kesatuan amal jama'i di medan dakwah ini ketika ingin sukses". lebih lanjut dijelaskan bahwa kunci dari amal jamai menurutnya ada 9 poin yang diantaranya adalah "Jadikan Keikhlasan itu sebagai Tentara Terdepanmu". "Dakwah kita ini bukan karena si A, si Fulan, atau lainnya. tapi dakwah kita ini karena Allah, dan Keikhlasan diri itulah yang akan mengantarkan kita pada keridhaan Allah swt, ikhlas yang di iringi dengan niatan yang suci karena Allah semata".

Secara terpisah, ketua FDP IAIN Irsyadunnas menjelaskan, bahwa acara Rihlah seperti ini akan terus dilakukan diwaktu-waktu yang akan datang tujuannya antara lain; sebagai recovery kaderisasi, ajang temu kader lintas fakultas, ajang silaturrahim, juga ajang memperkuat kompetisi kader dalam bentuk peningkatan potensi fikriyah, ruhiyah, dan jasadiyah kader. (Hublu Center)